Lamongan | antarwakatu.com – Seorang Guru di SMPN 1 Sukodadi di bebas tugaskan usai menggunduli belasan siswinya karena tak tak menggunakan dalaman jilbab atau Ciput.
Hal itu dibenarkan Kepala SMPN 1 Sukodadi, Suharto. Saat ini EN telah ditarik ke Dinas Pendidikan Lamongan dan tak boleh mengajar.
“Itu tindakan salah. Itu sudah kami laporkan ke dinas dan sekarang gurunya sudah ditarik ke dinas untuk pembinaan. Enggak ngajar,” kata Harto saat Selasa (29-8-2023).
Harto Juga mengatakan, EN tak boleh mengajar di SMPN 1 Sukodadi hingga batas waktu yang tak ditentukan,itu semua Wewenang , ada di Dinas Pendidikan Lamongan.
“Itu semua wewenangnya ada di pimpinan ( Dinas pendidikan) satu minggu, dua minggu satu bulan, yang nentukan pimpinan,” ujar dia.
Namun,tak menutup kemungkinan En akan kembali mengajar disekolahnya,bila siswa-siswa yang di gunduli itu sudah menerimanya.
“Nanti kalau sudah kondusif di sekolah,anak-anak sudah menerimah nanti di kembalikan .Barangkali ,karena kami enggak tau ,saya pun juga tidak berhak “katanya.
Harto mengatakan, saat ini pihak sekolah sedang berupaya meminta bantuan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) menyediakan psikolog, untuk mendampingi siswi korban penggundulan.
Ini kami di kantor DPPPA untuk cari bantuan psikolog untuk mendampingi anak-anak,” ujar dia.
Meski demikian, kata Harto, kini belasan siswi yang jadi korban perbuatan EN itu telah aktif bersekolah. Mereka sudah mengikuti kegiatan belajar dengan normal.
Kejadian itu bermula saat, seorang EN, guru di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, diduga menggunduli belasan siswi, akibat tak menggunakan dalaman jilbab atau ciput.
Kepala SMPN 1 Sukodadi, Harto mengatakan, peristiwa itu terjadi saat seorang guru berinisial EN, mengajar siswi kelas IX, Rabu (23/8).
Di kelas itu, EN mendapati 14 siswi yang mengenakan jilbab, namun tanpa menggunakan ciput di dalamnya.
Mengetahui hal itu, EN lantas menghukum belasan siswi itu dengan memotong rambut mereka menggunakan mesin cukur. Walhasil kepala para siswi itu jadi botak sebagian.
Harto mengatakan, sebenarnya tak ada aturan yang mewajibkan siswi harus mengenakan ciput, di SMPN 1 Sukodadi.
“Enggak ada [aturan menggunakan ciput] itu untuk ketertiban saja,” ujarnya.
Aksi yang dilakukan salah satu guru itu pun jadi polemik. Pasalnya, sejumlah wali murid tak terima dan protes anaknya digunduli.
Mediasi pun digelar keesokan harinya, Kamis (24/8), dengan dihadiri Harto, guru berinisial EN dan 10 wali murid yang anaknya jadi korban pembotakan.
Sementara itu, salah seorang keluarga korban, S, enggan memberikan keterangan apapun perihal kejadian ini. Ia khawatir keponakannya itu makin trauma.
“Mohon maafkan kami jika kami tidak berkenan, karena melihat dampaknya akan membuat korban trauma,” kata S.