Bogor | antarwaktu.com – Seperti tidak ada habisnya, perderan Narkotika daftar G Jenis Tramadol dan Exsimer, kini kembali beroprasi dan menjadi Syurga bagi penikmat pil setan di Wilayah Hukum Polsek Cileungsi Bogor.
Gimana tidak, hanya dengan waktu 6 bulan dari atensi Kapolres Bogor, para pengedar Narkotika G kembali menjual serta memasarkan kembali.
Hal itu terlihat di sebuh tokoh berkedok kosmetik yang berada di Jalan Raya Cileungsi Jonggol Ruko Citra Indah Cipeucang Kecamatan Cileungsi Bogor pada Jumaat 24/05/2024.

“Kita buka dari pagi bang tutup malam,” kata seorang penjaga tokoh yang tidak ingin disebutkan namanya.

Ia juga menjelaskan tokohnya bosnya bisa buka karna sudah ada yang mengurus untuk kordinasi.
“Semuanya udah di urus pengurus bang sampai kekordinasi, jenis obat yang kita jual masih sama Tramadol dan Exsimer,” jelasnya.
Menaggapai masih ada yang menjual Narkotika daftar G di Cileungsi Bogor Teguh Prianto Sekjen Lidik Pro minta Aparat Penegak Hukum Untuk menindak Lanjuti temuan tersebut.
“Saya baru tau kalau tokoh obat jenis tersebut kembali buka, atensi Kapolres Bogor pada 6 bulan lalu, perdaran itu sudah tidak ada,” ungkap Teguh.
Sebagai lapisan masyarakat, Teguh Prianto, menolak obat tersebut diperjual belikan secara bebas.
Hal itulah yang menjadi perbincangan hangat di tengah kalangan masyarakat, sampai kehadiran warung itu yang terkesan tidak terganggu menjadi pertanyaan publik.
“Obat-obatan tersebut jelas akan merusak masa depan anak bangsa. Dan hal tersebut sudah menjadi kewajiban masyarakat untuk memeranginya, sebab penjualannya menjamur dan hampir ada di setiap wilayah, ujar Sekjen Lidik Pro
Dari sisi hukum, Teguh Prianto menjelaskan baik pengguna maupun pengedar obat ilegal bisa dikenakan tindakan hukum. Pengguna penyalahgunaan obat dikenakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sementara untuk pengedar bisa dikenakan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 tahun 1999).
“Kalau soal obat berbahaya, pertama bisa terkena Undang-Undang Kesehatan yakni UU No 36 tahun 2009 karena merusak kesehatan. Bisa juga terkena Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena penjualnya menjual obat-obat berbahaya tanpa izin kalau tidak ada izin. Kalau dia berizin berarti orang lain yang menyalahgunakan, berarti UU Kesehatan,” jelasnya.
Haidar<