Kota Depok | antarwaktu.com – Terkait dengan penonaktifan TR, sebagai anggota Badan Musyawarah (Banmus) dan Komisi B DPRD Kota Depok, dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Depok. berati tidak aktif atau tidak menjalankan tugas lagi untuk sementara waktu, sebagai anggota dewan yang statusnya ditunda sementara.
Pernyataan tersebut dikatakan secara resmi Ketua Fraksi PKB di DPRD Depok, Siswanto, mengumumkan menonaktifkan Anggota DPRD Kota Depok, TR dari seluruh Alat Kelengkapan Dewan (AKD), Senin (27/10/2025).
Sementara Deny Hariyatna, selaku Kuasa Hukum nya TR menyatakan, bahwa Anggota DPRD Depok dari Fraksi PKB TR telah menyerahkan surat tentang keberatannya kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Depok. Hal itu, kepanjangan dari pemberian sanksi nonaktif kepada kliennya.
Hal itu, karena surat keberatan yang diajukan karena rekomendasi BK DPRD Depok dalam keputusan tidak mencantumkan sanksi nonaktif, melainkan hanya sanksi sedang.
“Artinya, dengan penerapan sanksi seharusnya berkaitan erat dengan keputusan BK dan harus dipatuhi oleh semua pihak. Klien kami telah menerima keputusan BK dan bersedia mematuhinya, bahwa kliennya telah menerima salinan keputusan BK sejak minggu lalu. Itu sebelum pernyataan resmi dikeluarkan oleh Ketua Fraksi PKB pada hari senin,” ujar Deny, Rabu (29/10/2025).
Dijelaskannya, bahwa apa yang direkomendasikan oleh BK, terkait wewenang harus sesuai dengan apa yang direkomendasikan. jika di luar itu, maka tindakan tersebut dapat dianggap sewenang wenang. Tidak sampai disitu, Deny juga menyoroti bahwa kliennya tidak pernah dipanggil atau dimintai klarifikasi sebelum sanksi dijatuhkan.
“Karena, klien kami baru menerima undangan rapat pada malam ini. Usulan sanksi datang dari fraksi yang kemudian ditetapkan oleh pimpinan. Jika muncul sanksi penonaktifan, apa landasan atau dasarnya,” jelas Deny.
Ia menyebutkan, bahwa pihaknya mengajukan surat keberatan kepada BK DPRD Depok untuk meminta pelurusan kembali terkait keputusan tersebut.
“Bahkan, dinilai surat keberatan perihal nonaktif ini sudah sesuai dengan alurnya. Substansinya adalah SK BK DPRD merekomendasikan penerapan sanksi sedang, yang definisinya adalah pemindahan tugas atau jabatan sementara, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Kode Etik DPRD,” ucap Deny.
Menurutnya, bahwa upaya ini adalah untuk meluruskan persoalan. Pihaknya berharap BK DPRD Depok dapat menerima, menganalisis, dan memverifikasi surat keberatan yang diajukan. Bahkan, SK sanksi belum diterbitkan, namun sudah diumumkan ke publik.
“Aneh jika seseorang disanksi tanpa diberi kesempatan untuk membela diri. Seharusnya ada proses yang jelas terlebih dahulu. Keputusan BK seharusnya menjadi landasan bagi fraksi dalam mengambil keputusan,” tutur Deny.
Deny juga menambahkan, bahwa sebelumnya, Ketua Fraksi PKB DPRD Depok, Siswanto melalui Konfrensi Pers pada 27 Oktober 2025 kemarin dinilai telah salah menerapkan sanksi. Sanksi nonaktif atau pemberhentian sementara termasuk dalam kategori sanksi berat. Hal ini dapat dirujuk pada Peraturan DPRD Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kode Etik, Pasal 29.
Sanksi tersebut merekomendasikan implementasi sanksi, bukan sanksi nonaktif. Rekomendasinya adalah sanksi sedang, namun yang diterapkan justru sanksi berat.
“Jadi, inilah yang menjadi dasar keberatan TR. Kemudian, untuk menyelesaikan persoalan, sanksi ini justru menimbulkan masalah baru,” tandasnya.
MAUL