Pelimpahan Perkara H. Halim Ke Tahap Penuntutan Gunakan Foto-foto lama, Menuai Reaksi Keras Jan Maringka

Palembang | antarwaktu.com – Ketua Tim Penasehat Hukum, Haji Abdul Halim Ali, Dr Jan S Maringka, S.H., M.H, mengajukan hak jawab kepada sejumlah media di Sumatera Selatan ia berkeberatan atas publikasi sepihak yang tidak berimbang mengutip penjelasan Kejari Muba seolah telah melimpahkan perkara dugaan korupsi pemalsuan dokumen SPPF Jalan Tol Betung, Tempino-Jambi, atas nama Haji Abdul Halim Ali, ke persidangan pada hari Selasa (25/11/ 2025) dengan foto tersangka di Kejati Sumsel, foto itu adalah tidak benar dan bermaksud menyesatkan para pembaca.

Kuasa Hukum Haji Halim, Jan Maringka sampaikan hak jawab, protes keras penggunaan foto foto lama dalam Pelimpahan perkara ke tahap penuntutan dan menjelaskan Tahap 2 adalah wujud selesai penyidikan dan diserahkan ke tahap penuntutan.

“Sesuai ketentuan KUHAP maka Penuntut umum akan meneliti dapat tidaknya perkara ini dilimpahkan ke pengadilan atau akan digabungkan dengan perkara yang penyidikan nya sedang berlangsung, ia juga mempertanyakan maksud media gunakan foto – foto lama di awal Penyidikan pada bulan Maret lalu yang digunakan kembali sebagai upaya untuk menyesatkan para pembaca. “Ujar Jan Maringka.

Menurut tim kuasa hukum H. Halim,Kondisi H Halim saat pelimpahan tahap II tersebut adalah dalam keadaan lemah tak berdaya karena berada dalam perawatan di RSU Fatimah Palembang, selama hampir 1 (satu) tahun sejak November 2024 bahkan pada masa perawatan saat terjadinya penangkapan terhadap klien kami di RSUD Siti Fatimah Palembang yaitu tanggal 10 Maret 2025

“Saat itu yang bersangkutan masih berada dalam perawatan akibat sakit berat menahun yang dideritanya dan langsung dikenankan penahanan saat itu diikuti dengan pemberitaan bombastis dan negatif yang dirasakan sangat merendahkan harkat dan martabatnya dengan judul yang bombastis “Penangkapan dan Penahanan Crazy Rich Palembang”. “Ujarnya.

Meskipun klien kami telah berusia 88 tahun dan sangat bergantung pada alat bantu oksigen, Penyidik saat itu tetap memaksakan proses pemeriksaan dan dilanjutkan dengan penahanan, namun kita bersyukur Rutan Pakjo – Palembang berani menolak tindakan para Penyidik karena alasan medis yang tidak dimiliki rutan maka pasien harus ditangani kembali dengan peralatan bantu pernapasan sehingga Penyidik terpaksa harus menetapkan status pembantaran disertai pemasangan borgol (ankle monitor) yang saat ini telah berlangsung lebih dari 9 (Sembilan) bulan.

“Proses pelimpahan ke tahap penuntutan ini dirasa terlalu sumir karena pemberitaan masalah pembebasan lahan untuk kepentingan umum di lahan HGU milik KMS. HAJI HALIM ALI yang seharusnya dilakukan secara Konsinyasi bukan dengan cara-cara Kriminalisasi seperti ini, yang berlaku pada umumnya dalam proses pembebasan lahan demi kepentingan umum dilakukan mekanisme konsinyasi apabila terjadi keragu – raguan atas kepemilikan lahan yang akan dibebaskan, maka dalam kasus ini tidak terlihat pihak manapun yang mengakui atau melakukan klaim kepemilikan atas lahan maupun tanaman tumbuhan yang ada di atas kebun milik klien kami. “Ucap Jan Maringka.

Kasus ini nyata – nyata dipaksakan dan ada terkesan mengada – ada karena setelah sekian lama menunggu tidak ditemukan unsur kerugian negara yang nyata yang seperti dituduhkan kepada klien kami.

Jaksa PU harus berhati nurani, cegah perkara viral dulu baru beraksi

Perintah pelimpahan perkara dari tahap Penyidikan ke tahap Penuntutan menjadi pintu masuk bagi jajaran Kejari Muba untuk melakukan penelitian kembali atas tindakan – tindakan Penyidik setelah berkas perkara dinyatakan lengkap, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 139 KUHAP setelah Penuntut Umum menerima berkas perkara setelah dinyatakan lengkap dari Penyidik, ia dapat segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan dapat atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan.

Namun apabila Penuntut Umum memutuskan untuk menghentikan Penuntutan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana atau perkara akan ditutup demi hukum, dan Jaksa Penuntut Umum wajib membuat surat ketetapan.

Demikian pula apabila ditemukan beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan lainnya, maka Jaksa Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara atau membuatnya dalam 1 (satu) surat dakwaan apabila terjadi dalam waktu yang sama sesuai dengan ketentuan Pasal 141 KUHAP.

Dalam konteks ini lah sangat diperlukan Jaksa Penuntut Umum dengan hati nurani untuk melihat dengan sebenar – benarnya apakah benar Haji Abdul Halim Ali melakukan pemalsuan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPF) di atas 4 bidang lahan seluas 37 Ha dari 12.700 Ha kebun sawit yang dimilikinya berdasarkan HGU No.1 tahun 1997 Harusnya penyidik mau menuntaskan dulu seluruh unsur unsur pidana, terutama mengenai nilai kerugian negara, sebelum melimpahkan berkas perkara seutuhnya.

Dengan hadirnya Kajati baru di Sumatera Selatan Bapak Ketut Sumedana kami percaya bahwa pelimpahan perkara ini ke tahap Penuntutan adalah untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi klien kami yang sudah dibantarkan selama lebih dari 9 (sembilan) bulan sambil terbaring sakit sambil menunggu keputusan para Penyidik yang sedang mencari – cari unsur kerugian keuangan negara yang lain , dan setelah kesulitan dalam mencari unsur kerugian negara selama ini, maka baru sekarang perkara ini dilimpahkan ke tahap penuntutan untuk dikaji kembali apakah akan disidangkan dengan pasal pemalsuan dokumen semata atau tetap akan digabungkan dengan Pasal – Pasal lain nantinya.

Namun kami yakin dan percaya kepada Kajati yang baru akan meminta Kajari Muba menunjuk Jaksa – Jaksa yang netral dan profesional serta memiliki hati nurani dalam melihat perkara ini secara utuh sehingga memberikan rasa keadilan bagi masyarakat dan terutama bagi pencari keadilan Kata Jan Maringka, Jam Intel periode 2017- 2020 dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Kamis (27/11/2025).

Ia menegaskan, langkah Kejari Muba selama ini terkesan seolah memaksakan kehendak dan seharusnya proses hukum berjalan sesuai prinsip praduga tidak bersalah. Pihaknya juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dialami kliennya selama masa masa pembantaran, selain penjagaan juga dilakukan pemasangan CCTV hingga di dalam kamar Haji Abdul Halim Ali sejak sekitar sepekan belakangan ini tentunya. Ini jelas melanggar privasi dan hak dasar seorang tahanan,” ujarnya.

Perlakuan lain yang dinilai tidak wajar dan manusiawi bagi lansia ini, yakni pemakaian borgol di kaki Haji Abdul Halim Ali selama masa pembantaran, Seolah kliennya penjahat kelas kakap, padahal, dengan usia Haji Abdul Halim Ali yakni 88 Tahun, tidak mungkin untuk melarikan diri, untuk berdiri sendiri saja ia tidak mampu. pungkasnya, ia berharap semoga kasus ini tidak berkait dengan akan berakhirnya HGU PT SMB tahun depan oleh pihak pihak yang berkepentingan dan akan memanfaatkan proses hukum ini. No viral no justice, Kebenaran dan keadilan pasti akan menemukan jalannya sendiri.

(Red/Yun)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *