Kota Depok | antarwaktu.com – Kendati telah berusaha menjaga kode etik sebagai wartawan, bahkan dengan pedoman moral dan profesional yang wajib dipatuhi oleh wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Namun belakangan ini, semakin gencar ancaman terhadap wartawan, berupa kekerasan nonfisik berupa doxing dan kriminalisasi. Hal ini tidak hanya mengancam keselamatan wartawan, tetapi juga mengancam kebebasan pers.
Hal itu, seperti yang dialami seorang wartawan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Depok, Luki Leonaldo mendapat ancaman yang diduga dilakukan Oknum Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Kota Depok, berinisial SA. Bahkan terungkap dari rekaman percakapan Luki dan SA, beredar, di kalangan wartawan dan telah di laporkan ke- PWI Kota Depok, Rabu (26/11/2025).
Diketahui, dalam rekaman percakapan tersebut terdengar suara ancaman dan penghinaan terhadap profesi wartawan dari oknum pengacara yang diduga SA yang juga mengaku sebagai wartawan.
Selanjutnya, mendengar percakapan tersebut, seluruh wartawan PWI Kota Depok pun geram dan melaporkan hal tersebut ke- Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah.
Kemudian, setelah mendengar rakaman tersebut, Rusdy mengecam keras pembicaraan bernada arogan dari oknum diduga SA terhadap Luki.
“Sungguh arogan sekali, ini sudah bentuk intimidasi dan ancaman terhadap kemerdekaan pers. Selain itu saya tegaskan tidak diperbolehkan wartawan merangkap sebagai kuasa hukum atau profesi lain. Begitu juga sebaliknya. Wartawan bekerja menghasilkan produk pers secara berkala dan tercatat secara resmi di organisasi profesi wartawan dan tersertifikasi Dewan Pers,” tegas wartawan senior Republika ini.
Ia menyebutkan, bahwa aksi premanisme dan penghinaan profesi wartawan merupakan bentuk ancaman kemerdekaan pers yang diatur dalam UU Pers No 40 Tahun 1999.
“Untuk itu, saya minta bagian hukum PWI Kota Depok segera mengkaji persoalan tersebut dan mendampingi perlindungan hukum ke saudara Luki sebagai anggota PWI yang tersertifikasi Dewan Pers,” ucap Rusdy.
Dijelaskannya, bahwa berdasarkan UU Pers pada Pasal 18 Ayat (2) ditegaskan bahwa tindakan ancaman, intimidasi dan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pers secara melawan hukum dan sengaja dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Dalam UU Pers juga diatur hak jawab yang merupakan hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan atas pemberitaan yang merugikan nama baiknya. UU Pers mewajibkan perusahaan pers untuk melayani hak jawab dan hak koreksi.
“Jika ada permasalahan pemberitaan wartawan, gunakan hak jawab atau mekanisme yang diatur, lapor ke PWI dan Dewan Pers. Benar salahnya pemberitaan wartawan diputuskan melalui sidang etik PWI atau Dewan Pers. Pengacara tidak punya kewenangan menyatakan sebuah pemberitaan benar atau salah apalagi memaksa memanggil wartawan,” jelas Rusdy.
Berawal diutarakan Luki, bahwa dirinya mendapat kiriman somasi dan menolak datang atas surat pemanggilan Ketua LBH Bapeksi Sugiyarto Atmowidjoyo yang menjadi kuasa hukum dari oknum Ketua Karang Taruna Kelurahan Mampang yang diberitakan telah melakukan pelecehan seksual verbal terhadap seorang ibu rumah tangga.
“Kemudian, jika dari hasil kajian ternyata ada unsur pelanggaran terhadap UU Pers dan ada unsur pidana terhadap saudara Luki, maka tak segan PWI Kota Depok akan menempuh jalur hukum. Termasuk juga segera akan mengundang Ketua Katar Mampang dan Lurah Mampang ke Kantor PWI Kota Depok untuk klarifikasi latar belakang kasus ini biar tidak menjadi liar tak terkendali yang terus membikin kisruh,” tandas Rusdy, yang juga pemegang Pers Card Namor One (PCNO), dari Presiden RI itu.
MAUL