Anggota KPU Depok Periode 2008-2013 Minta Jokowi Tetapkan Tanggal 8 April Sebagai Hari Tegaknya Demokrasi Indonesia

Kota Depok | antarwaktu.com – Anggota KPU Kota Depok Periode 2008 – 2013, Yoyo Effendi, segera mengusulkan kepada Pesiden Jokowi agar tanggal 8 April ditetapkan sebagai Hari Tegaknya Demokrasi Indonesia. Menurutnya, penetapan tanggal 8 April sebagai hari tegaknya demokrasi di Indonesia punya dasar dan alasan yang logis yaitu pertama, Republik Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi dalam pengertian proses pergantian kepemimpinan dalam pemerintahan dilaksanakan melalui penyelenggaran pemilihan umum baik pemilu legislatif, presiden/wakil presiden maupun pemilu kepala daerah/wakil kepala daerah. Penyelenggaran pemilu dilaksanakan dalam beberapa tahap mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap pemungutan, penghitungan, penetapan perolehan suara yang kemudian dikonversi menjadi kursi kekuasaan baik di Lembaga legislatif maupun di eksekutif.

“Jadi, puncak dan inti dari penyelenggaraan pemilu adalah pemungutan suara, tidak ada pemilu tanpa adanya pemungutan suara, dan inti dari pemungutan suara adalah pemberian suara atau pencoblosan surat suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS),” ujar Yoyo, jurnalis senior, di Kota Depok, Kamis (22/8/2024).

Dijelaskannya, bahwa tanggal 8 April 2009 adalah tanggal dan hari ditemukannya system pemberian suara yang membebaskan seluruh rakyat Indonesia dari belenggu ketentuan undang-unda pemilu yang bersifat diskriminatif. Pada tanggal 8 April 2009 itu pula dicetuskannya pemberlakuan sistem pemberian suara yang baru yang bertentangan dengan sistem pemberian suara atau pencoblosan yang lama. Sistem pencoblosan yang baru tersebut adalah aturan yang membolehkan warga negara yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap bisa mencoblos atau memberikan suara pada hari pemungutan suara dengan syarat memiliki KTP dan Kartu Keluarga.

“Sebelum adanya perubahan system mencoblos, sebenarnya pelaksanaan demokrasi belum tegak sempurna karena dalam pelaksanaan pemungutan suara masih ada kebijakan yang diskriminatif terhadap warga negara akibat dari adanya ketentuan undang-undang pemilu yang mengatur bahwa hanya warga negara yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap saja yang dibolehkan menyalurkan dan memberikan hak politiknya sedangkan bagi warga negara yang tidak terdaftar dilarang memberikan suara. Di sisi lain fakta menunjukan bahwa kinerja paling buruk KPU dalam melaksanakan kewajibannya sebagai penyelenggara pemilu adalah dalam hal penyusunan daftar pemilih. Banyak warga negara yang namanya tidak terdaftar dalam susunan daftar pemilih yang dibuat oleh KPU akibat kelalaian dan keteledoran kinerja KPU,” jelas Yoyo.

Ia juga menyebutkan, karena pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat maka dalam pelaksanaanya tidak boleh ada warga negara yang berhak memilih tapi dilarang menyalurkan hak pilihnya. Dan saat dimana seluruh rakyat Indonesia bisa bebas dari kebijakan yang diskriminatif itu dimulai pada tanggal 8 April 2009 manakala saya ditakdirkan Tuhan untuk membuat dan mencetuskan bahkan memberlakukan aturan baru mencoblos yaitu aturan yang membolehkan warga negara yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih mencoblos asalkan punya KTP dan KK.

“Jadi, itulah awal tegaknya pelaksanaan sistem demokrasi dalam pemilu. Itulah awalnya seluruh rakyat Indonesia bebas dari belenggu undang-undang pemilu yang diskriminatif,” ucap Yoyo.

Inisiator dan pendiri Paguyuban Wartawan Depok ini memaparkan, bahwa meskipun pada awalnya system mencoblos hasil karya intelektualnya ditentang oleh sejumlah pihak dan sempat jadi polemik di masyarakat namun setelah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia membenarkan gagasan dan temuannya itu melalui putusan pengujian undang-undang maka sah lah aturan baru mencoblos dalam pemilu yang mempermudah rakyat menyalurkan hak politiknya itu secara hukum dan konstitusionil ditambah lagi ditetapkan secara formil sebagai salah satu pasal dalam undang-undang pemilu baik pemilu legislative, presiden/wakil presiden maupun pemilu kepala daerah/wakil kepala daerah.

“Artinya, selain dari telah membebaskan warga negara menyalurkan hak pilihnya, dampak positif dari pemberlakuan system mencoblos dengan KTP dan KK atau Paspor bagi WNI di luar negeri adalah dapat menghindarkan dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan KPU/KPU Daerah sebagai sarana strategis untuk berbuat curang. Aturan undang-undang pemilu yang menetapkan hanya pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih saja yang boleh memberikan suara dapat digunakan sebagai cara memenangkan dan/atau mengalahkan peserta pemilu yaitu dengan menyalahgunakan daftar pemilih sebagai alatnya,” papar Yoyo.

Yoyo menambahkan, selanjutnya dengan mengutak-atik daftar pemilih, KPU/KPU Daerah bisa memenangkan atau mengalahkan satu peserta pemilu yang bisa membayar dengan harga mahal. Tapi setelah adanya aturan mencoblos dengan KTP dan KK, maka tertutuplah semua kemungkinan perilaku curang dengan menggunakan daftar pemilih sebagai alatnya. Sebab dengan aturan mencoblos dengan KTP dan KK atau Paspor bagi WNI di Luar Negari, maka daftar pemilih yang dibuat KPU/KPU Daerah tidak lagi bersifat menentukan bisa mencoblos atau tidak bisa mencoblosnya warga negara.

“Adapun dampak positif lain bagi peserta pemilu adalah dapat menjamin seluruh pendukung dan pemilihnya memberikan suara pada hari pemungutan suara sehingga jumlah perolehan suaranya murni tanpa adanya kecurangan hasil dari kerja politiknya selama berkampanye,” tandas pria asal Jampangkulon Surade yang menetap di Kelurahan Beji, Kota Depok, Jawa Barat itu.

MAUL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *