Wisata Religi Desa Balun, 3 Pemeluk Agama Hidup Damai Berdampingan

Lamongan | antarwaktu.com – Berjarak sekitar satu kilometer dari Jalan Raya Surabaya-Bojonegoro, berdiri Keagungan tiga Agama k, sebuah keharmonisan di tengah keriuhan Jalur Pantura Lamongan, Desa Balun Kec Turi kab Lamongan yang dijuluki Desa Pancasila sebuah desa yang menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang bahwa kerukunan dan kedamaian merupakan dua pilar penting dalam masyarakat yang majemuk.

Masyarakat Desa Balun Menganut berbagai Macam Agama Islam,Kristen ,Hindu yang telah memelihara kehidupan Harmonis selama lebih dari puluhan tahun.

Keberagaman mereka tidak menjadi penghalang, namun sebaliknya, memperkuat ikatan Tali persaudaraan dan penghargaan.S

Salah satu simbol Bahwa kerukunan dan persatuan ini adalah kehadiran tiga rumah ibadah dalam jarak yang berdekatan dengan Balai Desa didekat Lapangan .Disana Berdiri Megah Masjid Miftahul Huda ,Gereja Kristen Jawi Wetan ,dan Pura Sweta Maha Suci.

Kerukunan Mereka ini berlangsung alami, tanpa ada deklarasi atau pertemuan yang terkesan artifisial.

Sebagai contoh, pada saat umat Hindu sedang melaksanakan perayaan hari besar maka warga yang non Hindu akan berkunjung bersilaturahmi. Bahkan pada saat melaksanakan ibadah, warga non Hindupun ikut menjaga keamanan keberlangsungan ibadah begitupun dengan Agama sebaliknya.

“Warga yang hidup di sini, saling menghormati, saling menjaga silaturahmi dengan tetangga, teman, maupun rekan kerja yang berbeda agama. Saling tolong menolong orang lain yang tertimpah musibah walaupun latar belakang agama mereka berbeda-beda,” ungkap Tadi, Juru Mangku Agama Hindu saat ditemui di Pura Sweta Maha Suci, Selasa,( 29-8-2023

Tadi menjelaskan warga di sini saling menjaga dan menghormati mewarnai kehidupan Desa Balun. Bahkan,ada yang tinggal dalam satu rumah dengan agama yang berbeda-beda.

Meski hidup satu atap yang sama dengan keyakinan yang berbeda-beda, namun mereka menunjukkan harmonisasi keberagaman.

“Sebagai contoh, ayah saya itu tiga bersaudara. Ayah saya adalah anak tertua memeluk Agama Hindu, saudara nomor dua agamanya Islam dan yang ketiga Kristen. Sementara kakek nenek saya beragama Hindu tetapi mereka hidup rukun dan saling menghargai satu sama lain,” ujarnya.

Hal yang sama dari Pengakuan disampaikan Takmir Masjid Miftahul Huda Desa Balun. Menurut Ustad Titis Sutarno toleransi antar umat beragama terjalin sangat baik dan harmonis. Penduduk muslim yang mayoritas menghargai minoritas umat Hindu dan Kristen demikian sebaliknya.

“Di sini Desa Balun mayoritas Islam. Walaupun kami mayoritas tapi tetap merangkul yang minoritas. Jadi tidak ada yang merasa besar dan merasa kecil. Jadi di antara tiga agama itu saling berdampingan. Toleransi itu bukan hanya diterapkan di tengah masyarakat. Tetapi, juga diterapkan dalam rumah tangga. Karena, dalam satu rumah terkadang ada yang tinggal dengan tiga agama yang berbeda,” ujarnya.

“Salah satu contoh tolerasi disini adalah saling silaturahmi pada saat perayaan hari besar. Silaturahminya itu bukan langsung ke bagian agamanya tetapi silaturahmi berkunjung ke tempat ibadahnya. Misalnya umat muslim sedang menjalankan ibadah Idul Fitri, umat Hindu maupun Kristen membantu menjaga pengamanannya dibagian luar masjid,” ujarnya.

Begitu juga, lanjutnya, saat ada perayaan Ogoh-ogoh umat dari Islam dan Kristen membatu pengamanannya dari luar.

“Pun demikian, saat umat Kristiani sedang menjalankan ibadah. Kami dari Muslim dan Hindu membantu menjaga pengamanannya dari luar,” tuturnya.

Uztas Titis Sutarno berharap warga diluar sana mencontoh keharmonisan antar umat beragama yang ada di Balun.

“Contohlah Balun. Walaupun Balun itu hanya satu Desa tetapi saling menerapkan toleransi umat beragama. Jadi kami yang mayoritas tidak merasa besar yang minoritas tidak merasa kecil. Sehingga, diantara tiga agama itu saling guyub, rukun antara satu agama dengan yang lain,” pesannya

Ditempat yang berbeda, Ketua wilayah Balun Gereja Jawi Wetan (GJWI) Sutrisno mengatakan, toleransi umat beragama di Desa Balun sudah terjalin sejak lama. Meskipun berbeda-beda agama tapi, masyarakat Balun bisa menempatkan dimana harus panatik dengan agamanya masing-masing. Kemudian dimana harus berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.

“Sebagai contoh belum lama ini ada Tasyakuran disini. Saat itu agama Hindu, Kristen dan Islam berkumpul di balai desa membawa tumpeng bersama-sama kemudian dimakan bersama. Disini yang tidak bisa disatukan hanya satu yaitu ibadah. Selain itu, kami disini saling bantu. Kalau ada kerja bakti di desa kami. Semuanya akan turun langsung gotong royong,” bebernya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *